Select Menu

BERITA TERKINI

INFO PRD MNUKWAR

PNWP & KNPB

POLHUKAM

INTERNASIONAL

FOTO & VIDEO

TANAH WEST PAPUA

Yesus Itu Sosialis, Sang Pemerontak!

Yesus Kristur Sang Revolusi Dunia  (Foto, Dok Yeimo)
Oleh : Victor Yeimo
 
Yesus Itu Sosialis, Sang Pemerontak!

Yesus mengkhotbahkan kesetaraan manusia di hadapan Allah; Dia mengkhotbahkan keadilan; Dia mengajarkan kesederhanaan dan kepedulian pada yang hina. Dia mendatangi perkampungan kumuh, tempat pelacuran, dan rumah orang lepra. Dia obrak-abrik para pedagang uang di pelataran Bait Allah dan menghardik mereka sebagai penyamun. Dia disalib oleh Gubernur Palestina yang bekerja sama dengan pemuka-pemuka agama, Farisi penguasa Bait Allah, dengan tuduhan sebagai pemberontak.
Ya, Dia memang memberontak. Tapi bukan hanya pada pemerintahan lalim. Dia menggugah kaum tertindas memberontak pada tatanan sosial-ekonomi yang korup dan menindas; pada tatanan sosial-ekonomi yang bertumpu pada penghisapan dan pemerasan kaum lemah.

Ia juga memberontak terhadap ritual-ritual formal penuh kemunafikan; liturgi yang kosong dari kepedulian terhadap kaum lemah. Ingat ketika Yesus bersabda: “Ahli-ahli Taurat itu dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu ikutilah dan lakukan segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi” (Matius 23: 1-7).

Yesus menentang penghisapan manusia oleh manusia. Bagi-Nya semua manusia setara di mata Allah. Tidak boleh ada yang mengambil manfaat secara keji dari orang lain karena kedudukannya. Apalagi dengan cara menindas. Semua manusia adalah saudara. Ingatlah Yesus bersabda: “Janganlah kamu disebut rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara” (Mat. 23: 8).

Sekarang memang tidak ada yang disebut Rabi di kalangan Kristen. Tapi bukan berarti lembaga Rabi musnah. Tidak! Di kalangan Kristen ada orang-orang yang ingin disebut pendeta, minister, reverend, pengkhotbah, dan segala tetek-bengek titel lain yang mencoba menempatkan dirinya di atas manusia lain dan mengambil manfaat dari persembahan orang-orang Kristen untuk memperkaya diri. Orang Kristen tidak hanya lupa pada sabda Yesus, tapi juga lupa pada kritik Martin Luther terhadap hirarki dalam beragama. Luther manghapuskan hirarki yang menindas bukan untuk melanggengkan sistem lama dengan nama baru!

Lupakah kita pada sabda Yesus: “Barang siapa terbesar di antara kamu, hendaklah dia menjadi pelayanmu” Ya. Kita lupa. Ketika kita besar, yang terjadi adalah kita ingin dilayani. Naik mobil mewah, lalu dijemput dengan penuh kehormatan munafik. Memasuki gereja megah, menerima salam dan persembahan jemaat sehingga bisa ziarah ke tanah suci sesering mungkin. Para pengkhotbah menjual Getsemani, Yerusalem, Danau Galilea, dan Bethlehem melalui perusahaan tour and travelnya untuk bisa membangun rumah megahnya di kawasan elit.

Yesus benci hirarki. Ingatlah Dia bersabda: “Barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barang siapa merendahkan diri, dia akan ditinggikan” (Mat. 23: 11). Bagi Yesus, manusia itu setara. Tidak boleh ada kelas-kelas yang menempatkan manusia ke dalam lapisan-lapisan tinggi-rendah sehingga yang tinggi bisa memeras si rendahan. Sama rata sama rasa, itulah ajaran Yesus. Mengapa para pengkhotbah tidak mengkhotbahkan ayat ini? Karena mereka teruntungkan oleh keadaan yang menempatkan mereka di kedudukan lebih tinggi dari umat awam. Dari kedudukan itu mereka bisa memperoleh previlage, penghormatan, rumah dinas, dan persepuluhan!

Para penindas adalah musuh Yesus. Lupakah kita pada sabdanya: “Calakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat” (Mat. 23: 14).

Di kalangan Kristen, para pemimpin jemaat merasa tidak menjadi sasaran sabda ini karena mereka bukan ahli Taurat, bukan Farisi! Keliru, mereka sungguh keliru. Para ahli Alkitab dan rohaniwan yang bekerja sama dengan penindas atau membiarkan penindasan terjadi, atau malah melakukan penindasan itu sendiri akan dihukum lebih berat. Farisi-farisi dalam kalangan Kristen tidak sedikit. Mereka bekerja sama dengan penguasa lalim; dengan kapitalis penindas kaum pekerja, menutup mata dan pura-pura tak tahu penggusuran tempat-tempat orang miskin mencari nafkah dengan alasan bahwa rakyat tertindas itu bukan Kristen. Sungguh picik. Persis seperti Farisi-farisi penguasa Bait Allah.

Ingatlah Yesus bersabda: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis, dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan” (Mat. 23: 23).

Setiap waktu kita bayar persepuluhan, tapi yang kita bayarkan adalah dari hasil keringat-darah orang yang kita rampas haknya. Kita bayar persepuluhan buat gereja, tapi kita menindas orang lain untuk menumpuk-numpuk kekayaan kita sendiri. Kita bangga dengan bangunan gereja kita yang megah sementara itu orang-orang yang bekerja pada kita hidup sengsara tanpa tunjangan memadai sambil menyalahkan mereka sebagai orang bodoh dan malas. Toh mereka bukan Kristen. Bodoh! Kalian yang bodoh. Yesus tidak pernah bilang bahwa kita hanya harus peduli pada orang Kristen! Pesan Yesus adalah kita tidak boleh menindas pada sesama manusia; bukan urusan-Nya sesama itu Kristen atau bukan.

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih” (Mat. 23: 25-26). Kita sering mendengar para pengkhotbah menganjurkan orang-orang kaya yang memperoleh kekayaannya dari memeras tenaga pekerja atau dari menipu kaum lemah, untuk rajin bersedekah atau memberikan persepuluhan secara rutin agar bisa masuk Sorga. Tetapi mereka tidak pernah mengkritik sistem yang membuat orang kaya itu kaya dan yang miskin itu tetap miskin, yaitu penghisapan manusia atas manusia. Persis seperti Farisi yang membersihkan pinggiran pinggan tapi membiarkan perampasan dan kerakusan tetap bercokol di bagian dalamnya.

Bila sosialisme secara longgar diartikan sebagai faham yang mengutamakan keadilan dan persamaan antarmanusia, dan bila sosialisme adalah faham yang menghendaki dihapuskannya praktek-praktek penghisapan manusia oleh manusia dan menjadikan kehidupan manusia tanpa sekat-sekat kelas antara kaum pemilik dan orang tak-berpunya maka tidak perlu ahli tafsir lulusan doktor teologi untuk sampai pada kesimpulan bahwa Yesus adalah sosialis.
====
**Bacaan Lepas Seri Pengantar Sosialisme Papua.
**Bagi para pembaca sosialisme Marx, Poin menarik terletak pada gagasan Marx tentang aktivitas praktis. Sekali diulangi, Marx mengatakan bahwa apa yang benar adalah apa yang bisa dipraktekkan, bukan sesuatu apa yang bisa diperdebatkan secara teoritis. Disini, Yesus dan Marx berdiri pada titik yang persis sama. Dalam Mat. 7:21, Yesus mengatakan, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.". Yesus Nazaret mengontraskan aktivitas "berseru" dan aktivitas "melakukan". 
 
"Berseru" sebagai sebuah aktivitas mulut-kritis dipandang lebih rendah dari pada "melakukan" sebagai aktivitas kritis-praktis. "Berseru" dengan intensitas yang tinggi (Tuhan, Tuhan, dituliskan dua kali berulang), dianggap tak berguna dari pada "melakukan". Mereka yang hanya bisa "berseru" malah digolongkan Tuhan sebagai pembuat kejahatan (ay. 23).
 
Penulis Adalah Victor Yeimo Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat Di Por Numbay 

DIALOG TIDAK AKAN MENYELESAIKAN PERSOALAN WEST PAPUA

Logo AMP (Foto, WK)
Oleh : Rinto Kogoya 

“Tulisan ini untuk mempertegas sikap  Organisasi Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] yang menolak adanya gagasan untuk menyelesaikan persoalan Papua dengan jalan Dialog, sehingga dasar kita menolak memiliki alasan yang logis dan rasional”

Saya lansung saja menguraikan kenapa secara organisasi, AMP dengan tegas menolak gagasan Dialog yang sedang didorong oleh Jaringan Damai Papua (JDP) maupun yang akhirnya diikuti oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe yang juga mengharapkan adanya dialog dengan pemerintah Pusat. Tapi menurut Lukas, kata dialog sebaiknya diubah dengan kata yang lebih halus.

Pertama, kenapa AMP menolak gagasan dialog yang didorong oleh Jaringan Damai Papua (JDP) dibawah kordinator Pater DR. Neles Tebay, Pr. Gagasan dialog ini muncul setelah sekian lama rakyat Papua berjuang untuk menuntut Kemerdekaan. Dan dianggap sebagai salah satu solusi penyelesaian persoalan Papua. Selain solusi demokratis lain yang diperjuangkan oleh organisasi-organisasi perlawanan di Papua seperti Hak Menentukan Nasib Sendiri melalui mekanisme Referendum dan Pengakuan Kedaulatan oleh Indonesia.

Menurut JDP, konflik di Papua yang berkepanjangan disebabkan karena beberapa faktor persoalan mendasar, diantaranya; Sejarah Politik Papua yang Belum Tuntas tentang PEPERA 1969, Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Ketidakadilan Pembangun dan Marginalisasi. Berbeda dengan AMP yang melihat persoalan mendasar di Papua karena adanya ; Kolonialisme Indonesia, Imperialisme dan Militerisme. Tentu berbeda pula solusi yang diperjuangkan bagi penyelesaian persoalan Papua.

Menurut kami, apa yang dikemukan oleh JDP merupakan sebuah tesis atau disertasi doktoral yang coba dijadikan panduan penyelesaian persoalan, bukan merupakan sebuah hasil analisa yang tajam dan mendalam tentang Papua. Kenapa demikian? Hal ini dikarenakan JDP dalam melihat sejarah Papua hanya berpijak dari pelaksanaan PEPERA 1969 dan tidak secara menyeluruh dari tahun 1960an awal atau pertengahan atau tahun-tahun sebelumnya dimana proses awal Identitas Nasional Bangsa Papua itu lahir.

Selain sejarah politik Papua, pelanggaran HAM menjadi fokus persoalan bagi JDP. Sehingga persoalan HAM harus menjadi satu bagian yang didialogkan. Sebenarnya apa yang diharapkan oleh JDP? Untuk memperjuangkan HAM rakyat Papua? Saya ajukan satu pertanyaan, sudah berapa banyak para pelaku pelanggar HAM yang diadili oleh Pengadilan Indonesia dan hasilnya benar-benar memberikan rasa keadilan untuk rakyat Papua? Apalagi bagi Indonesia, mereka yang melakukan pelangaran HAM dianggap “Pahlawan”. Semua pengadilan terhadap pelaku pelanggar HAM di Papua hanya formalitas belaka diatas meja sidang, untuk menunjukan kalau Indonesai menghargai HAM rakyat Papua. Menurut kami, pelanggaran HAM merupakan efek dari sebuah pendudukan atau penjajahan yang dilakukan oleh Indonesia untuk mempertahankan hegemoninya atas Papua. Sehingga, untuk menghentikan terjadinya pelanggaran HAM, rakyat Papua harus hidup merdeka dan bebas dari dari sebuah penjajahan yang sedang dilakukan oleh Indonesia.

Dua soal lain yaitu ketidakadilan pembangunan dan marjinalisasi juga menjadi fokus JDP dalam konsep dialog yang ditawarkan. Kembali kami pertegas, bahwa kolonial akan selalu mendominasi wilayah yang dikoloni baik secara ekonomi politik maupun sosial kebudayaan. Kolonial selalu menghambat laju perkembangan kemajuan disemua aspek kehidupan rakyat di wilayah yang dikoloni. Mengharapkan adanya kemajuan dalam pembangunan dan rakyat Papua tidak termarjinalkan adalah mengharapkan sesuatu yang mustahil. 

Sehingga kembali ke penafsiran masing-masing, yaitu Papua itu bagian dari Indonesai atau wilayah yang dikoloni atau dijajah oleh Indonesia? Jika Papua bagian dari Indonesia, dan mengharapkan adanya perbaikan kesejahteraan, maka yang harus diperjuangkan adalah transformasi industri manufaktur kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) rakyat yang berpusat diwilayah lain di Indonesia seperti Jawa, Sumatera dan Sulawesi ke Papua. Lahir pertanyaan baru, apa hal itu mau dilakukan oleh Indonesia terutama kaum pemilik modalnya? Jelas itu sesuatu yang mustahil karena industri selalu membutuhkan pasar dan tenaga kerja, dan Papua bukan pasar yang menguntungkan dari sisi jumlah penduduk yang ada saat ini dibanding daerah lain di Indonesia apalagi kesediaan tenaga kerja.

Penjelasan diatas terkait konsep dialog yang ditawarkan oleh JDP yang dengan tegas ditolak oleh AMP. Selain penolakan atas konsep dialog, tidak adanya kesepahaman bersama antar organisasi perlawanan di Papua yang pro dialog dan kontra dialog akan menjadi bumerang bagi rakyat Papua. Bagaiman dengan sayap militer gerakan Kemerdekaan Papua TPN-PB yang dengan tegas menolak bentuk-bentuk kompromi seperti dialog? Saya kira Tim 100 pada tahun 1999 juga telah melakukan tahapan dialog dengan Indonesia, menghasilkan OTSUS yang oleh Indonesia dianggap sebagai solusi dan tidak bagi rakyat Papua yang menghendaki Kemerdekaan.

Kedua, kenapa AMP menolak dengan tegas gagasan dialog yang diusung oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe? Dari apa yang diutarakan oleh Lukas Enembe bahwa bukan kata dialog tapi diubah dengan kata yang lebih halus, maksudnya? Dan dialog yang dilakukan berkaitan dengan kesejahteraan. Hal ini menandakan bahwa Lukas ingin hadir sebagai sosok “Pahlawan Kesiangan” bagi rakyat Papua. Selain itu, menunjukan kalau Lukas tidak memahami mekanisme dalam birokrasi yang ia pimpin. Apa tidak ada cara lain untuk mengurus masalah kesejahteraan rakyat Papua? Seperti ; rapat konsultasi atau rapat kerja atau dengan kata yang lebih halus “diskusi” dengan birokrasi diatasnya yaitu pemerintah pusat untuk membahas bagaimana mengatasi masalah kesejahteraan di Papua.

Menurut kami, ada tidaknya dialog antara pemerintah provinsi Papua dan pemerintah pusat tidak akan mengubah eskalasi perlawanan rakyat di Papua. Karena, baik pemerintah provinsi Papua maupun pemerintah pusat adalah satu rangkaian birokrasi yang saat ini sedang menjajah Papua. 

Saya merasa penting untuk menjelaskan bagaimana kolonialisme Indonesia tetap berlangsung dan terjadi di Papua. Kolonialisme adalah “kebijakan dan praktek kekuatan dalam memperluas kontrol atas masyarakat lemah atau daerah”. Kolonialisme selalu memiliki sifat yang arogan dan ekspansionis. Tujuan utama kolonialisme adalah menguras sumber kekayaan, sedangkan kesejahteraan dan pendidikan rakyat daerah koloni, tidak diutamakan. Dari pengertian dan tujuannya jelas bahwa Papua sedang di jajah oleh Indonesia. Kolonialisme Indonesia berlangsung di Papua melalui mesin birokrasi, sistem politik yaitu pemilu dan penempatan militer (TNI-Polri). Birokrasi yang ada di Papua saat ini merupakan perpanjangan tangan atau pelaksana dari birokrasi pemerintah penjajah Indonesia. Birokrasi dan sistem politik seperti pemilu tujuannya untuk memperkuat legitimasi kekuasaan politik Indonesia atas Papua. Sehingga, penting untuk memajukan kesadaran rakyat Papua tentang bagaimana Kolonialisme Indonesia itu berlangsung di Papua, untuk kemudian rakyat Papua dapat menentukan sikap politiknya.

Tentu AMP tidak hanya menolak, Hak Menentukan Nasib Sendiri (The Right to Self Determination) bagi rakyat Papua merupakan solusi demokratis yang menurut kami dapat menyelesaikan persoalan Papua. Seperti apa yang dikatakan oleh Pdt. I.S. Kijne pada 25 Oktober 1925 di Wasior-Manokwari ”Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”. AMP juga memiliki keyakinan bahwa rakyat Papua dapat memimpin dirinya sendiri dan dapat menjalani hidup dengan  sejahtera, adil, demokratis dan bermartabat jika Papua Merdeka. 

Akhirnya, kami menyerukan kepada seluruh organisasi perlawanan Papua untuk menghilangkan ego dan faksisme dan bersama-sama memperjuangkan Kemerdekaan Sejati Rakyat Papua untuk hari depan Papua yang lebih baik. 

Salam!
Penulis adalah Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat AMP [Ketum KPP AMP]
___________________________________________
Sumber : http://komitepusatamp.blogspot.com
SEO: Download Free software,Learn Photoshop,Free Engineering

JENIS DAN SIKAP MAHASISWA PAPUA BARAT

Ilustrasi Mahasiswa Papua Pejuang, Hiller Ts  (foto, kobogaunews.com)
Setelah mengetahui memahami perjalanan panjang, aksi penjajahan nation-state lain atas Wilayah Papua Barat dan Perjuangan Kemerdekaan Papua Barat dalam menghadapi penjajahna itu,maka mahasiswa di hadapkan kepada tiga pilihan kepeberpihakan secara umum. Pertam, Memihak kepada penjajah. Kedua, Memihak kepada Rakyat Papua Barat. Ketiga, Tidak memihak apa-apa dan siapa-siapa(netral atau tidak tau apa-apa).

Untuk mengambil sikap, pertama-tama harus mengetahui dan mengevaluasi diri kita masing-masing mengenai, “diaman” letak kita sebagai Mahasiswa selama ini dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Setelah itu kita akan menetukan sikap kita dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Untuk itu, maka berikut ini dijelaskan jenis-jenis mahasiswa Papua dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat dan sikap yang diambil kedepan.
1.      JENIS MAHASISWA PAPUA BARAT
Secara umum mahasiswa Papua Barat dikategorikan dalam enam jenis mahasiswa dalam memandang dan mengapai perjuangan kemerdekaan Rakyat Papua Barat untuk merdeka lepas dari NKRI dan pendukungnya (terutama Negara Dunia Pertama). Walaupun sama-sama menyandang intel “ mahasiswa” dan walaupun sama-sama merasa diri sebagai orang Papua, tetapi mempunyai perbedaan yang cukup tajam antara satu sama lain. Keenam jenis mahasiswa Papua Barat itu adalah:
a.      Jenis Mahasiswa Cari Makan
Jenis mahasiswa cari makan adalah mereka yang hanya memikirkan perut mereka. Mereka ini mempunyai banyak urusan dengan Negara Indonesia untuk mendatangkan keuntungan bagi mereka, kebanyakan dari mereka anak-anak para pejabat yang mempunyai kedudukan yang sangat penting di Negara Indonesia, atau mempuyai perusahan, LSM dan lainnya. Kebanyakan dari jenis mahasiswa ini selalu mendukung Otonomi Khusus Papua, Pemekaran Provinsi/Kabupaten dan lainnya sebagai “ lahan” untuk mencari makan.
b.      Jenis Mahasiswa Papua Malas Tahu
Jenis mahasiswa malas tahu adalah jenis mahasiswa yang kalau Papua Barat merdeka mereka terima, kalau tidak merdeka juga mereka tidak mempermasalahkannya. Kebanyakan mereka adalah orang yang mau tahu tentang sekarang, bukan besok (masa depan). Kalau kelompok yang mendukung Otonomi Khusus dan Pemekaran Provinsi/Kabupaten mempengaruhinya mereka mau ikut juga, tetapi tidak sepenuh hati, hanya sekedar saja.
c.       Jenis Mahasiswa Ikut Ramai ( Panas-Panas Tahi Ayam)
Jenis mahasiswa Ikut Ramai adalah mahasiswa yang bersemangat, mereka teriak merdeka atau Otonomi Khusus atau Pemekaran. Mereka muncul dengan semangat yang membara, malah ada yang bersumpah akan mati demi Papua Barat Merdeka. Tetapi kalau ada program Otonomi Khusus dan Pemekaran Provinsi/Kabupaten, mereka selalu ajukan permohonan bantuan dalam bentuk apa saja, atau terlibat dalam urusan pemerintah NKRI dengan semangat yang membarapula. Kelompok ini muncul dengan sikap seperti itu karena kurangnya pendidikan politik.
d.      Jenis Mahasiswa Menunggu Uluran Tangan
Jenis mahasiswa Menunggu Uluran Tangan adalah jenis mahasiswa yang selalu menunggu dukungan dari pihak lain. Mereka selalu memasang telinga untuk mendengar berapa orang non-Papua yang medukung kemerdekaan Papua Barat, berapa LSM yang mendukung kemerdekaan Papua Barat, beberapa Negara yang mendukung kemerdekaan Papua Barat, dan lainnya. Jika ada dukungan mereka akan bersemangat dan akan menjadikannya sebagai buah bibir, tetapi jika tidak ada dukungan dari pihak lain mereka akan selalu diam. Kelompok ini adalah mahasiswa yang tidak percaya diri dan menggantungkan kemerdekaan Papua Barat kepada pihak lain di luar dari mereka.
e.       Jenis Mahasiswa Nekat (Membabi-buta)
Jenis mahasiswa Nekat (Membabi-buta) adalah mereka yang tidak peduli dengan apapun juga. Yang mereka mau adalah Papua Barat harus merdeka dengan cara apa saja. Mereka cenderung membenci orang Jawa, orang Islam, orang barat dan lainnyayang merugikan hidup mereka atau mengorbankan perjuangan mereka. Perjuangan dengan jalan membabi-buta dan membenci orang lain sangat sulit untuk mendapakan dukungan dari pihak lain, karena kecenderungan mereka bukan untuk Papua Barat merdeka tetapi karena membenci orang, golongan dan negara lain yang mengorbankan kemerdekaan Papua Barat.
f.       Jenis Mahasiswa Pejuang
Jenis mahasiswa Pejuang adalah mahasiswa yang telah mengetahui dan memahami “ masalah Papua Barat” . Mereka matang dalam pendidikan politik, peduli dengan penderitaan Rakyat Papua Barat, sadar bahwa mereka dan rakyat mereka sedang dijajah. Mereka ini selalu memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat kapan saja, dimana saja dengan jalan yang efektif dan efisien dengan pemahaman dan pengetahuan yang matang tentang perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Mereka inilah yang secara nyata terlihat dalam barisan rakyat Papua Barat untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Mereka mempunyai satu cita-cita dan tujuan bangsa dan rakyatnya, yaitu “ Papua Barat Merdeka”, karena itu mereka sangat sulit untuk dipengaruhi oleh musuh, sehingga mereka akan selalu dibenci oleh musuh perjuangan mereka. Inilah mahasiswa Papua Barat yang tulen dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat.

2.      SIKAP MAHASISWA PAPUA BARAT
Sebuah kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa Papua Barat adalah orang Papua, berkebangsaan Papua, mempu mempunyai ras negroid dari rumpun Melanesia dengan ciri fisik berkulit hitam dan berambut keriting. Ini adalah sebuah kenyataan. Mahasiswa Papua Barat juga adalah orang yang mempunyai wilayah sebagai tempat tinggalnya dan hidup di wilayah itu. Ini juga kenyataan.

Walaupun demikian, tidak semua mahasiswa sadar bahwa mereka adalah orang Papua. Mereka tidak sadar bahwa rakyatnya, yaitu orang tua dan sanak-saudaranya sendiri sedang terjajah, dan lebih gawat adalah mereka sendiri sering menggadaikan diri sambil menyangkal bahwa mereka bukan orang Papua. Ini sesuatu yang ironi.

Untuk itu, agar dapat sadar diri sebagai orang Papua, dan memahami dinamikan kebudayaan bangsanya dan rakyatnya, maka mahasiswa Papua Barat harus mempunyai sikap yang tegas dalam menaggapi dinamika kehidupan yang terjadi di Papua Barat tanpa harus menjadi orang munafik. Untuk sampai kepada pengambilan sikap secara tegas dan konsisten dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat, maka beberapa langkah harus dilakukan, yaitu :

a.      Sadar Diri
Pertama-tama harus duduk dan merenung sebentar dan sadarlah bahwa kita adalah orang Papua. Sadarlah bahwa kita tidak sama dengan orang lain. Sadarlah bahwa kita mempunyai pengalaman hidup yang berbeda dalam segala hal. Setelah itu ambillah kesimpulan bahwa kita mempunyai harga diri, kita mempunyai bangsa, kita berhak menjadi negara merdeka, dan lainnya yang mengingatkan dan menyadarkan kita bahwa kita mempunyai harga diri sebagai manusia, yaitu manusia Papua yang mempunyai kedudukan yang sama dengan manusia dan bangsa lain di dunia ini.
b.      Menlihat Kondisi Obyektif
Mahasiswa sebagai kaum intelektual, tentu tidak akan terlepas dari cara berpikir secara obyektif, yaitu memandang sebuah masalah secara nyat tanpa memihak apa-apa dan siapa-siapa. Karna itu lihatlah masalah Papua Barat dari sisi obyektifitasnya, lihat pula penjajahan Papua Barat oleh nation-state lain secara obyektif pula. Disana kita bisa menemukan letak kebenaran sebuah persoalan, misalnya letak kebenaran masalah Papua Barat berkaitan dengan tuntutan kemerdekaannya.
c.       Belajar
Selain harus berpikir dan bertindak secara obyektif kita juga diharapkan untuk banyak belajar. Belajar tidak harus di kampus (pendidikan formal), tetapi belajarlah diluar kampus, belajarlah untuk memahami realita sosial, belajarlah untuk mendengarkan rapat tangis Rakyat Papua Barat, dan belajar untuk memetahkan sebuah persoalan secara benar. Pelajaran yang kita butuhkan di luar kampus misalnya adalah pendidikan politik, pelatihan jurnalistik, manajemen sumber daya manusia, latihan kepemimpinan dan lainnya. Disanalah kita bisa mengambil banyak ilmu dan pengetahuan untuk bekal perjuangan kita ke depan.
d.      Berjuang
Menjadi pejuang dalam memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat tidak sulit. Cukupkanlah kita mempunyai kemauan yang sungguh-sungguh bahwa kita mempunyai cita-cita kebenaran di masa depan, bahwa Papua Barat harus merdeka. Sementara mengenai taktik dan strategis perjuangan kita bisa menggunakan banyak cara asalkan kita tahu cara-cara tersebut. Untuk memulai menjadi pejuang kita harus memulai dengan cara kita masing-masing, sedikit demi sedikit, dan dari diri kita masing-masing. Sehingga dengan cara masing-masing sedikit demi sedikit, dan diri kita sendiri, kita akan menciptakan barisan pejuang yang panjang, banyak cara yang efektif dan akan membawa kemerdekaan Papua Barat itu kesebuah alam yang nyat, yaitu di atas “ Tanah Tumpah Darah Papua Barat yang kita cintai.”
Selamat Bekerja***
Salam Pembebasan
“ Persatuan Tanpa Batas Perjuangan Sampai Menang’
Salam Revolusi
“ Bersama Kebenaran Sejarah Sang Bintang Kejora”

Penulis Kembali Adalah Wenas Kobogau  Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Komite Kota Bandung 

Catatan : Sebenarnya Menurut Sem Karoba, dkk., ada tujuh jenis orang Papua dalam cara pandang dan cara tindak dalan   menepatkan diri terhadap perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Bagian ini diambil dikutip dari pendapat Sem Karoba, dkk. Dengan banyak perubahan dalam tulisan ini. Selengkapnya lihat : Sem Karoba, dkk., Masyarakat Adat Menggugat: Mengungkap Para Musuh Masyarakat Adat dan Cara Melawan Mereka, Watch Papua, Yogyakarta, 2004. Hal 74.
 

INDONESIA MENGUNAKAN CARA KOLONIAL DI TANAH WEST PAPUA

Wenas Gimbal (foto/Dok)


 Oleh : Wenas Kobogau

Pemerintah Kolonial Indonesia telah sukses di Tanah West Papua adalah menginterasikan wilayah , Ekonomi dan keamanan kedalam wilayah kolonial Indonesia, namun Pemerintah Kolonial Indonesia gagal mengintegrasikan 0rang-orang Papua kedalam Indonesia. Demi kepentingan stabilitas nasional Kolonial Indonesia orang-orang papua yang berbeda ideologi harus dibunuh.

Bangsa Kolonial Indonesia membunuh orang-orang papua yang tidak berdosa itu bukan hal luar biasa, sebab itu hal biasa bagi orang Kolonial Indonesia, karena memang orang Kolonial Indonesia tidak suka dengan orang papua tetapi kolonial Indonesia lebih suka dan senang tanah west papua dan sumber daya alam west papua,” (Pdt. Lipiyus Biniluk, S.Th.).

Bangsa Kolonial Indonesia datang menduduki Tanah West Papua dengan berbagai macam manipulasi sejarah west papua dan kekerasan militer di papua, sedangkan bangsa west papua memiliki sistem yang sangat kuat untuk mengatur nasib sendiri.

Maka terlihat jelas bangsa kolonial Indonesia menggunakan sistem kolonial diatas tanah papua sebagai berikut :
a.   Penghancuran Budaya Orang Papua
Kebudayaan  orang papua benar-benar di hancurkan oleh bangsa kolonial indonesia, salah satu hal yang terbukti untuk membunuh budaya papua adalah pembunuhan seniman mudah papua yang membangkitkan semangat perjuangan rakyat papua dengan kritikan melalui lagu-lagu dari berbagai daerah dan bahsa yang berada di tanh papua dari sorong sampai merauke. Seorang Antropologi,Sosiologi dan budayawan Papua, Tuan Arnold Clemens Ap,BA lahir pada tanggal 1 Juli 1945 dan dibunuh oleh KOPASUS pada tanggal 26 April 1984.
Contoh Kolonial menghancurkan budaya bangsa yang mau dijaja.
Kutipan , Dr. George Junus Aditjondra mengatakan : “ Saat penjajah sudah tidak bisa lagi memindakan penduduk jajahannya secara fisik, dia kemudian mengeliminir mereka secara kultural, dengan mengatakan mereka tidak punya kebudayaan, atau dengan dalih bahwa kebudayaan mereka lebih rendah. Jadi selama ini kolonial Indonesia menlihat rakyat papua yang memakai pakian teradisional di bilang orang primitif atau kampungan, mereka juga mengatakan orang papua masih hidup pada zaman batu dan lain-lain, bahasa ini dibangun oleh kolonial indonesia untuk menguasai tanah west papua yang pernah diterapkan oleh bangsa belanda pada saat menjajah bangsa kolonial indonesia.

b.   Penghancuran Pendidikan Orang Papua
Banyak sekolah yang di bangun oleh Kolonial Indonesia untuk mengindonesiakan generasi papua, dengan membangun berbagai macam sekolah SD IPRES di berbagai daerah pedesaan di tanah papua yang sama sekali tidak membahwa perubahan pendidikan untuk orang papua. 

Banyak sekolah-sekolah SD INPRES yang bibangun secara cuma-cuma di papua. Pemerintah Indonesia sangat mengabaikan pendidikan orang papua yang pertama kali dibahwa oleh misionaris. Dengan alasan pendidikan yang dibangun oleh misionaris adalah pendidikan perjuangan orang papua untuk melawan kolonial indonesia.

Salah satu contoh “ sekolah yang dibangun oleh Gereja Katolik yaitu, Sekolah Teknik Santo Yusuf (VTC), Merauke yang dibangun pada tahun 1967 itu ditutup pada tahun 1970.

Sistem pendidikan orang papua duluh adalah dengan sistem penddikan nilai-nilai adat papua yang diajarkan turun-temurun oleh nenek moyang orang papua bagai mana pola hidup mempertahankan diri dengan bekerja.

Kolonial Indonesia menerapkan pendidikan yang memaksa orang papua untuk belajar bahasa Indonesia, Lagu Indonesia raya, hafal Pancasila, UU 1945 dan berbagai Uangan-undang peraturan Indonesia. Penerapan pendidikan orang Indonesia di Tanah Papua adalah membunuh pendidikan adat  orang Papua.

Kutipan .Pdt ,Socratez Sofian Yoman, “ Orang-orang Papua harus memakai pendidikan dari nilai-nilai budaya kami orang papua, dari pada orang-orang indonesia mengambil, menguasai, memiliki Tanah Papua dan mengontrol kami orang Papua dari negeri sendiri.

c.   Penghancuran Pelayanan Kesehatan
Banyak sekali Puskemas yang dibangun oleh pemerintah Indonesia di setiap desa dan kampung, tetapi sayangnya fasilitas kesehatan yang tidak lengkap, puskesmas yang dibangun juga sama sekali tidak melayani masyarakat papua dengan baik malahan membahwa derita penyakit dalam pemusnahan etnis melensia di atas tanah west papua.

Pemerintah Indonesia juga tutup beberapa puskemas yang di bangun oleg gerej-gereja untuk melayani kesehatan masyarakat setempat. 

Indonesia menlihat,menilai puskemas yang dibandung oleh gereja adalah puskemas penyelamatan orang papua dari pemusnahan yang direncanakan oleh kolonial indonesia untuk orang papua. Pdt Socratez Sofian Yoman ,” Ruma sakit yang dimiliki Gereja Baptis Papua yang disebut dengan nama “ Pick Up Memorial Hospital” di Pit Revire (Perime) yang didirikan oleh Gereja Baptis Papua sejak tahun 1962 tidak didukung oleh Pemerintah Kolonial Indonesia bakal alat-alatnya dibawa oleh dokter-dokter ke Rumah Sakit Umum Waena.

d.   Penghancuran Ekonomi Orang Papua
Pencarian ekonomi rakyat papua yang duluhnya dengan berjuanlan telah  dirampas oleh orang-orang Indonesia dari sabang sampai ambon, sehinga orang papua menjadi penontong dinegeri sendiri yang kaya raya.

Roda perekonomi orang Papua benar-benar dirampas oleh kolonial Indonesia yang menduduki diatas tanah West Papua. Semua tempat pencarian ekonomi seperti toko-toko, bank,perusahan, penjualan hasil bumi, hotel, rumah kos, semua ini tidak ada satu orang  papua yang diberi kesempata untuk bekerja melahinkan dikuasai oleh orang-orang Indonesia.

Kolonial Indonesia membangun pola penjajahan dalan perekonomian orang papua, Apakah karena orang papua itu kalah dalam pendidikan selama 52 tanah bersama Indonesia, karena diskriminasi rasil, agama atau ini merupakan agenda Negara Kolonial Indonesia untuk menjajah bangsa papua barat dari ekonomi yang tersembunyi. 

“ Papua sumber daya alam yang berlimbah. Namun demikian wilayahnya tidak bertumbuh dan aktifitas ekonomi yang dihasilakn belum memberikan kontribusi besar pada pembangunan ekonomi yang menguntungkan penduduk asli orang Papua” (Pdt Socratez Sofian Yoman).

Orang asli Papua menjadi masyarakat pinggiran (merginal) diatas tanah dan negeri mereka sendiri.

e.   Pengancuran Lingkungan Hidup Orang Papua
Tanah gunun dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) di Papua Barat. Bangsa Kolonial Indonesia dalam keadaan sangat sadar, telah, sedang dan terus menghancurkan lingkungan hidup, tanah, gunung milik orang papua yang mana tempat pencarian sumber hidup orang papua.

Seperti kerusakan lingkungan yang terjadi di Timika West Papua, PT. Freeport Indonesia. Gunung Yet segel Ongop Segel (Gresberg) jadi lumang raksasa sedalam 700 m, padahal gunung ini dikiaskan sebagai kepala ibu bagi suku amungme, yang sanggat menghormati wilayah keramat itu. 

Danau Wanagon, sebagai danau suci orang amungme juga hancur, karen di jadikan tumpukan bantuan limbah (overburden) yang sangat asam dan beracun. Freeport juga mencemari tiga badan sungai utama di wilayah Mimika, yaitu Sungai Aghawagon, Sungai Otomona, dan Sungai Ajkwa sebagai tempat pembuangan tailing (limbah pasir dan hasil produksi ). Lebih dari 200.000 ton tailing di buang setiap harinya ke sungai Aghagawon, yang kemudian akan mengalir memasuki Sungai Otomona dan Sungai Ajkwa yang berada di Timika Papua.

Dari sudut pandangan lain, kapasitas produksi PT.FI yang luar biasa besar juga menjadi penyebab semakin buruknya kualitas lingkungan karena daya dukung lingkungan setempat tidak mampu menenggang beban pencemaran yang disebabkan oleh operasi PT.FI. Dampak sosial PT.Freeport Indonesia terhadap masyarakat Amungme dan Kamoro, di Kabupaten Mimika sangat erat kaitannya dengan dampak lingkungan fisik, karena perubahan-perubahan sosial yang terjadi. 

“ Saya hanya membutuhkan sumber daya alam (SDA) West Papua bukan Manusia Papua” Kata Ali Mortop.

f.    Penghancuran Bahasa Daerah Orang Papua
Pemerintah Kolonial Indonesia membunuh bahasa daerah orang papua untuk menguasai tanah papua, dengan berbagai metode yang diterapkan secara paksa dalam dunia pendidikan maupun diluar pendidikan di papua. 

Ketikan kami orang papua mengunakan bahasa daerah dibilang primitis, orang kampung, ini bahasa teros yang selalu dibangun agar generasi papua yang akan datang lupah jati diri mereka berasal.

Bahasa orang papua yang hidup diatas tanah West Papua dari Sorong sampai Merauke memiliki 250 bahasa papua, dari 250 bahasai ini ada beberapa suku bahasa telah dimusnakan oleh kolonial indonesia sejak tanggal 1 mei 1963  aneksasi yang cacat hukum dan moral rakyat papua sampai saat ini 2014.

Orang Papua suduh tidak bisa lagi mengunakan dan melestarikan bahasa daerahnya sendiri, karena ditakutkan oleh kolonial indonesia dengan berbagai kekerasan.

Kolonial Indonesia takut bilah orang papua mengenal diri mereka, sehingga indonesia menerapkan bahasa Indonesia yang sebenarnya tidak bermanfaat untuk orang papua.

Cara kolonial untuk menguasai dan menjajah bangsa yang mau dijajah adalah pemusnahan suku dan bahasa setempat,” sudah kehilangan bahsa berarti sudah kehilangan segala-galanya termaksud jati diri orang papua” 

Sedangkan Indonesia tetapkan bahasa daerah/suku mereka di setiap sekolah di tanah Indonesia dari sabang sampai ambon, dari tingkat TK,SD,SMP,SMP sampai di perhuruhan tinggi, malahan dalam ujian bahasa indonesia mereka mendapatkan nilai 10 sedangkan bahasa daerah mereka 5 siswa tersebut dinyatakan tidak lulus, sedangkan di papua Kolonial indonesia berusah untuk menghilangkan bahasa daerah papua.

“ MARI KAWAN-KAWAN SETANAH PAPUA KAMI LESTARIKAN DAN MEMPERTAHANKAN BAHASA ASLI KITA MASING-MASING SEBAGAI JATI DIRI DAN IDENTITAS KITA”

SALAM PEMBEBASAN
BERSAMA KEBENARAN SEJARAH SANG BINTANG KEJORA

Penulis adalah Wenas Kobogau Anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite Kota Bandung Jawa Barat
 
 
Sumber : http://ampbandungjabar.blogspot.com/2014/04/indonesia-mengunakan-cara-kolonial-di.html

ARTIKEL & OPINI