 |
| Yesus Kristur Sang Revolusi Dunia (Foto, Dok Yeimo) |
Oleh : Victor Yeimo
Yesus Itu Sosialis, Sang Pemerontak!
Yesus mengkhotbahkan kesetaraan manusia di hadapan Allah; Dia
mengkhotbahkan keadilan; Dia mengajarkan kesederhanaan dan kepedulian
pada yang hina. Dia mendatangi perkampungan kumuh, tempat pelacuran, dan
rumah orang lepra. Dia obrak-abrik para pedagang uang di pelataran Bait
Allah dan menghardik mereka sebagai penyamun. Dia disalib oleh Gubernur
Palestina yang bekerja sama dengan pemuka-pemuka agama, Farisi penguasa Bait Allah, dengan tuduhan sebagai pemberontak.
Ya, Dia memang memberontak. Tapi bukan hanya pada pemerintahan lalim.
Dia menggugah kaum tertindas memberontak pada tatanan sosial-ekonomi
yang korup dan menindas; pada tatanan sosial-ekonomi yang bertumpu pada
penghisapan dan pemerasan kaum lemah.
Ia juga memberontak
terhadap ritual-ritual formal penuh kemunafikan; liturgi yang kosong
dari kepedulian terhadap kaum lemah. Ingat ketika Yesus bersabda:
“Ahli-ahli Taurat itu dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.
Sebab itu ikutilah dan lakukan segala sesuatu yang mereka ajarkan
kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka,
karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat
beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka
sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan
hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai jumbai yang panjang;
mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat
terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan
suka dipanggil Rabi” (Matius 23: 1-7).
Yesus menentang
penghisapan manusia oleh manusia. Bagi-Nya semua manusia setara di mata
Allah. Tidak boleh ada yang mengambil manfaat secara keji dari orang
lain karena kedudukannya. Apalagi dengan cara menindas. Semua manusia
adalah saudara. Ingatlah Yesus bersabda: “Janganlah kamu disebut rabi;
karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara” (Mat. 23: 8).
Sekarang memang tidak ada yang disebut Rabi di kalangan Kristen. Tapi
bukan berarti lembaga Rabi musnah. Tidak! Di kalangan Kristen ada
orang-orang yang ingin disebut pendeta, minister, reverend, pengkhotbah,
dan segala tetek-bengek titel lain yang mencoba menempatkan dirinya di
atas manusia lain dan mengambil manfaat dari persembahan orang-orang
Kristen untuk memperkaya diri. Orang Kristen tidak hanya lupa pada sabda
Yesus, tapi juga lupa pada kritik Martin Luther terhadap hirarki dalam
beragama. Luther manghapuskan hirarki yang menindas bukan untuk
melanggengkan sistem lama dengan nama baru!
Lupakah kita pada
sabda Yesus: “Barang siapa terbesar di antara kamu, hendaklah dia
menjadi pelayanmu” Ya. Kita lupa. Ketika kita besar, yang terjadi adalah
kita ingin dilayani. Naik mobil mewah, lalu dijemput dengan penuh
kehormatan munafik. Memasuki gereja megah, menerima salam dan
persembahan jemaat sehingga bisa ziarah ke tanah suci sesering mungkin.
Para pengkhotbah menjual Getsemani, Yerusalem, Danau Galilea, dan
Bethlehem melalui perusahaan tour and travelnya untuk bisa membangun
rumah megahnya di kawasan elit.
Yesus benci hirarki. Ingatlah
Dia bersabda: “Barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan
barang siapa merendahkan diri, dia akan ditinggikan” (Mat. 23: 11). Bagi
Yesus, manusia itu setara. Tidak boleh ada kelas-kelas yang menempatkan
manusia ke dalam lapisan-lapisan tinggi-rendah sehingga yang tinggi
bisa memeras si rendahan. Sama rata sama rasa, itulah ajaran Yesus.
Mengapa para pengkhotbah tidak mengkhotbahkan ayat ini? Karena mereka
teruntungkan oleh keadaan yang menempatkan mereka di kedudukan lebih
tinggi dari umat awam. Dari kedudukan itu mereka bisa memperoleh
previlage, penghormatan, rumah dinas, dan persepuluhan!
Para
penindas adalah musuh Yesus. Lupakah kita pada sabdanya: “Calakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang
munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui
mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan
menerima hukuman yang lebih berat” (Mat. 23: 14).
Di kalangan
Kristen, para pemimpin jemaat merasa tidak menjadi sasaran sabda ini
karena mereka bukan ahli Taurat, bukan Farisi! Keliru, mereka sungguh
keliru. Para ahli Alkitab dan rohaniwan yang bekerja sama dengan
penindas atau membiarkan penindasan terjadi, atau malah melakukan
penindasan itu sendiri akan dihukum lebih berat. Farisi-farisi dalam
kalangan Kristen tidak sedikit. Mereka bekerja sama dengan penguasa
lalim; dengan kapitalis penindas kaum pekerja, menutup mata dan
pura-pura tak tahu penggusuran tempat-tempat orang miskin mencari nafkah
dengan alasan bahwa rakyat tertindas itu bukan Kristen. Sungguh picik.
Persis seperti Farisi-farisi penguasa Bait Allah.
Ingatlah
Yesus bersabda: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih,
adas manis, dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum
Taurat kamu abaikan, yaitu keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan”
(Mat. 23: 23).
Setiap waktu kita bayar persepuluhan, tapi yang kita
bayarkan adalah dari hasil keringat-darah orang yang kita rampas haknya.
Kita bayar persepuluhan buat gereja, tapi kita menindas orang lain
untuk menumpuk-numpuk kekayaan kita sendiri. Kita bangga dengan bangunan
gereja kita yang megah sementara itu orang-orang yang bekerja pada kita
hidup sengsara tanpa tunjangan memadai sambil menyalahkan mereka
sebagai orang bodoh dan malas. Toh mereka bukan Kristen. Bodoh! Kalian
yang bodoh. Yesus tidak pernah bilang bahwa kita hanya harus peduli pada
orang Kristen! Pesan Yesus adalah kita tidak boleh menindas pada sesama
manusia; bukan urusan-Nya sesama itu Kristen atau bukan.
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab cawan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya,
tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi
yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah
luarnya juga akan bersih” (Mat. 23: 25-26). Kita sering mendengar para
pengkhotbah menganjurkan orang-orang kaya yang memperoleh kekayaannya
dari memeras tenaga pekerja atau dari menipu kaum lemah, untuk rajin
bersedekah atau memberikan persepuluhan secara rutin agar bisa masuk
Sorga. Tetapi mereka tidak pernah mengkritik sistem yang membuat orang
kaya itu kaya dan yang miskin itu tetap miskin, yaitu penghisapan
manusia atas manusia. Persis seperti Farisi yang membersihkan pinggiran
pinggan tapi membiarkan perampasan dan kerakusan tetap bercokol di
bagian dalamnya.
Bila sosialisme secara longgar diartikan
sebagai faham yang mengutamakan keadilan dan persamaan antarmanusia, dan
bila sosialisme adalah faham yang menghendaki dihapuskannya
praktek-praktek penghisapan manusia oleh manusia dan menjadikan
kehidupan manusia tanpa sekat-sekat kelas antara kaum pemilik dan orang
tak-berpunya maka tidak perlu ahli tafsir lulusan doktor teologi untuk
sampai pada kesimpulan bahwa Yesus adalah sosialis.
====
**Bacaan Lepas Seri Pengantar Sosialisme Papua.
**Bagi para pembaca sosialisme Marx, Poin menarik terletak pada gagasan
Marx tentang aktivitas praktis. Sekali diulangi, Marx mengatakan bahwa
apa yang benar adalah apa yang bisa dipraktekkan, bukan sesuatu apa yang
bisa diperdebatkan secara teoritis. Disini, Yesus dan Marx berdiri pada
titik yang persis sama. Dalam Mat. 7:21, Yesus mengatakan, "Bukan
setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di
sorga.". Yesus Nazaret mengontraskan aktivitas "berseru" dan aktivitas
"melakukan".
"Berseru" sebagai sebuah aktivitas mulut-kritis dipandang
lebih rendah dari pada "melakukan" sebagai aktivitas kritis-praktis.
"Berseru" dengan intensitas yang tinggi (Tuhan, Tuhan, dituliskan dua
kali berulang), dianggap tak berguna dari pada "melakukan". Mereka yang
hanya bisa "berseru" malah digolongkan Tuhan sebagai pembuat kejahatan
(ay. 23).
Penulis Adalah Victor Yeimo Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat Di Por Numbay